Friday, January 15, 2016

Kadang aku lupa kenapa aku disini, kenapa melakukan pekerjaan ini. Kadang aku lupa diri karena ego ku, kadang aku lupa diri karena ego orang lain. Beberapa waktu aku ingat kenapa marah menggelegar, dilain waktu aku tak sadar sumber dari lepasnya marahku.
Sekarang aku mengerti kenapa orang melakukan apa yang mereka lakukan, dulu aku bingung dan marah, sekarang aku bisa mahfum dan sadar. Aku melalui apa yang mereka lalui, beberapa dari mereka masih menjalaninya, yang lain masih belum sampai periode itu, beberap lainnya tidak bisa beranjak dari lika-liku kehidupan itu, ada yang sudah sepuh, ada yang masih muda bergelora, ada yang seumur.
Sekarang menjadi menyenangkan memperhatikan hal itu, tidak lagi menyesakkan. Aku paham Harta, Tahta, dan Wanita, tapi itu hanya sebagian dari apa yang aku dan mereka minta. Ada yang tidak ingin semuanya, hanya ingin berleha-leha tapi hidup nyaman, ada yang ingin semua berjalan sesuai maunya, tapi enggan berlepas dari kenyamanan.
Aku melihat ketidak nyamanan mereka terhadap diri mereka sendiri, dan dihempaskan ke orang lain; dihempaskan serta-merta diiringi dengan caci maki dan puji diri sendiri.

Aku tidak lebih baik dari mereka, tapi juga tidak lebih buruk, aku sama dengan mereka. Aku pun menuhankan ego-ku, menghempaskan ketidak percayaan diriku ke orang lain, lantas aku jenuh sekarang. Jenuh dengan ego-ku dan marah-ku, jenuh dengan ego mereka dan marah mereka.
Ketika aku berlibur lama dirumah, dan bermain dengan anakku, membersihkan kotorannya, dan membiarkan perut ku bergoyang kesana-kemari ketika berlari-lari dengan anaku, padahal aku benci berlari. Terbangun di pagi hari, melihat anakku mulutnya menganga dan mengeluarkan liur, dari bagaimana ia dulu mencari ibunya setiap hanya berdua denganku sampai akhirnya ia merasa nyaman dan aman hanya dengaku saja. 

Aku sadar, ego-ku sudah waktunya surut, bukan berarti ia tidak akan pasang-naik lagi, tapi setidaknya saat ini egoku sedang mawas diri menyurutkan dirinya sendiri.

Paling tidak aku saat ini tidak menepuk dada dan menunjuk hidung orang, biar-lah orang lain yang bergaya ala tarzan dan menuding diriku, saat ini aku masih kebal hal semacam itu. Aku masih butuh pengakuan bahwa aku orang baik dan hebat, sama seperti orang lain, tapi saat ini keinginan itu masih lelap terbuai mimpi bermain dengan Agha. Saat ini egoku dan aku masih bisa bercermin dan berkaca dengan jujur, sadar bahwa kami bukan macan yang sedang tidur, atau Einstein yang sedang merendahkan hati, tapi kucing manis-manja yang sedang tidur dibawah meja warteg, atau Encep yang mentok seperti itu saja tapi berharap dicintai oleh tamara blezensky.

Kalau lapar makan, kalau capai ya tidur, aku masih heran kenapa aku memusingkan diri dengan jabatan dan pujian, paling tidak itulah kondisi benak-ku saat ini, Kenapa harus aku merasa kurang dan tamak, padahal aku sudah lebih dari cukup, dan bisa makan sampai perutku menyaingi lutut-ku ketika duduk bersila.

Aku masih mencintai diriku, aku masih sayang pada jiwaku. Setidaknya aku berharap ini adalah kondisi terkalibrasi-nya otak-ku, tidak ambil pusing dan tidak peduli. Emosiku belum dewasa, aku masih iri dan dengki, karena aku masih merasa lebih baik, tapi tanyalah aku 5 tahun yang lalu maka ia akan menjawab dengan sumpah serapah kenapa manusia bisa begitu angkuh dan sombong tidak bisa sadar niat mereka sendiri, tidak seperti aku, lalu tanyalah kepada ku 3 tahun yang lalu, maka ia akan menjawab kenapa aku tidak sadar bahwa aku tidak lebih baik dari mereka, kenapa aku begitu merasa tinggi padahal aku sangat rendah dan hina, lalu tanyalah ke aku 6 bulan yang lalu, aku yakin ia akan menjawab bahwa aku tidak lebih baik dari mereka, tapi mereka tidak sadar bahwa mereka tidak tahu, bahwa aku lebih buruk dari mereka, dan mereka hanya bisa mencaci-maki tanpa sadar bahwa mereka sama hinanya. Lalu tanyakan pertanyaan yang sama ke diriku, pada saat ini, pada saat aku sedang menulis tulisan ini, maka aku akan menjawab, bahwa aku lapar, dan mengantuk, aku paham bahwa semua orang punya niat busuk dan baik yang saling ber-iringan, sama sepertiku, bahwa alasan mereka tidak lebih mulia atau jahat dari niatanku.

Kadang aku polos dan tulus seperti pantat bayi yang baru lahir, dilain waktu aku adalah popok kotornya. Tidak ada yang suka ditunjukkan kebodohannya, dan kedunguannya, sama seperti aku, mereka lebih suka bergelimangan pujian dan cinta diri sendiri sama sepertiku, tapi bedanya aku lebih baik dari mereka, karena aku adalah aku, manusia pilihan yang terpilih oleh imajinasiku untuk menjadi pempimpin dari semua pemimpin, meskipun saat ini aku diposisi paling belakang.

Teman-teman ini ada yang 5-6 tahun lebih muda, mereka bisa jadi pemimpin ku suatu saat, bukan karena mereka lebih baik, atau aku lebih buruk, tapi karena itulah hidup. Aku dan mereka tidak lebih ini atau lebih itu satu sama lain, hanya karena aku lahir lebih dulu dan mereka lahir belakangan


Aku merasa damai saat ini karena aku saat ini lepas dari ego mencintai dan membohongi diri sendiri, dan bisa mencintai Agha dengan tulus, dan membohongi orang lain dengan sadar dan ikhlas.

Sunday, October 25, 2015

catatan tumit

Ingatan yang pendek adalah ingatan yang baik, dongeng yang singkat selalu berakhir, tanpa pernah meninggalkan lanjutan yang entah kapan akan mulai lagi. Kita mungkin ingat dengan wajah-wajah yang kita temui setiap hari, wajah yang hadir sehari-sahari. Terkadang kita bisa menjelaskan dimana kerut dan keriput mereka bertemu, dimana alur dan bukit bermukim di wajah mereka, dan bagaimana ruang diantara alis mereka menjembatani jurang hidung dibawahnya. Kita mungkin tidak bisa lupa bagaimana celah lembah hadir setiap kali bibir mereka bergerak, dan bercengkrama dengan kita. Ingatan kita tentang mereka yang wajib kita temui setiap hari tidak bisa luput seberapa kerasnya kita berusaha melupakan. Kita bisa memaparkan dengan ketelitian yang tinggi tentang fisik mereka, bagaimana bau mereka di pagi hari, dan aroma mereka di sore hari. Tidak akan kita lupa sedikit cacat diwajah mereka, atau tonjolan kecantikan yang membuat mereka menarik. Kita bercengkrama dengan mereka dari pagi, siang dan sore, hampir setiap hari, kita hafal tanpa perlu diingatkan bagaimana mereka akan bereaksi terhadap suatu respon, awalnya kita sedikit kesal atau sedikit terkagum-kagum, akhirnya dan kelamaan kita menjadi terbiasa, kita menganggap tingkah-polah mereka sebagai hal yang sudah menjadi bagian dari diri kita sendiri. Lantas suatu hari kejanggalan, kita berhadapan dengan sesuatu yang bisa dibayangkan tetapi tidak diharapkan terjadi, kita bercengkrama dengan pengalaman lama tapi dengan mereka ini menjadi hal baru. Sedalam-dalamnya kita menatap wajah mereka, sepaham-pahamnya kita dengan semua aliran alis dan guratan mata mereka, sehafal-hafalnya kita dengan bentuk pinggang dan lingkar paha mereka, pada saat itu mereka bereaksi dengan polah yang baru. Ayunan jemari mereka tetap sama, hentakan gigi dan geraham mereka tidak berubah, bahkan kembang kempisnya lubang hidung mereka juga seperti pada hari-hari biasanya, meski kekerapannya lebih kencang. Sumpah serapah mereka gesit melewati ruang kosong diantara gigi mereka, bentuk tubuh mereka sekarang menjadi kaku dan tegang, mereka sekarang lebih banyak berbincang dengan menghabiskan semua udara diparu-paru mereka, tenggorokan mereka, mereka cekik dengan otot yang ada disitu menghasilkan nada-nada tinggi yang memekakan telinga. Tidak pernah kita lihat juga bibir mereka begitu jauh dari gigi mereka, ataupun kecapan lidah mereka begitu menyebalkan untuk didengar dan dilihat, keriput mereka tetap ada, tapi entah mengapa kita lihat sepetinya keriput itu sekarang sudah beranak-pinak, masih kecil dan lembut, tapi kita tahu bahwa itu adalah calon-calon keriput dewasa di masa depan. Lalu esok-esok hari, mereka kembali seperti semula, serapah dan ludah yang tercecar keluar ada yang ditarik ada yang pura-pura tidak pernah terucapkan, kita semua lantas menerima bahwa serapah yang tidak tercatat itu tidak pernah singgah sejenak di telinga dan perasaan kita, semua hanya hanyutan dari arus keasyikan dalam berniaga dengan potensi kekecewaan dan kegagalan. Semua dari kita lupa bahwa taring dan cakar kita pernah terhunus ke leher rekan kita, semua itu hanyalah ingatan sesaat yang tidak pernah terjadi, hanya windu yang bisa diabaikan. Tidak mungkin kita bisa terima bahwa cakar dan taring itu nyata itu cuman riak dalam ingatan kita. Beberapa dari kita berusaha lupa dan mereka gagal. Beberapa dari kita memiliki ingatan jangka pendek yang buruk, semuanya disimpan di gudang jangka panjang. Disusun dengan rapi, dan teliti sehingga kapan pun kita perlukan ingatan itu bisa kita tarik dari tempatnya dan diseksamai untuk panutan dimasa depan. Terkadang dalam ruang sepi sendiri, dimana gumaman motor dan mobil lebih mudah diacuhkan, dimana alunan ledeng dan serangga lebih menjadi raja, ingatan itu terjatuh dari rak ingatannya dan terbuka lagi. Kita mau tidak mau, setengah sadar menelaah kejadian itu lagi. Kita lihat dan teliti, kita berusaha pahami, kita berusaha mencari dimana letak kerutan lembah itu bisa duduk manis berdampinga dengan cakar dan taring yang tadi. Kita berusaha tahu. Kita tambahkan sedikit perekat agar keduanya bisa bersesuaian, kita kikir dan ukir agar sumpah serapah, dan caci maki tadi bisa menjadi penghias yang cocok untuk keriput dan lesung pipi yang sudah kita kenal. Ketika narasi yang biasa tidak bisa lagi menjelaskan, kita pun mencari penjelasan lain, mencari dongeng baru, mencari konsistensi, mencari pembenaran. Menggali-gali informasi, menghubungkan titik-titik dibayangan kepala kita sampai semuanya menjadi gambar penuh, sampai semuanya menjadi lebih logis. Tapi ingatan jangka pendek kita buruk semuanya masih tertayang jelas dalam benak kita, dari hentakan tangan yang tidak bisa dibilang lembut sampai turunnya alis mereka sampai saling terhubung satu sama lain. Semuanya masih terpampang jelas. Esok adalah hari baru, kita berpapasan lagi dengan wajah-wajah yang sama, dengan aroma yang sama, dengan celoteh dan ceramah yang sama. Tapi ingatan jangka pendek kita buruk, kita bisa menerima nama dan cerita mereka, tapi sekarang kerutan itu bertambah, sudah lewat masa remajanya langsung bergerak menjadi keriput dewasa. Lantas kita menerima mereka sebagai orang asing atau sebagai orang lama dengan keriput asing? Kita hanya bisa mengamati berharap mereka tahu bahwa kita adalah kita. Sedikit demi sedikit kita sadar bahwa mereka yang namanya tidak bisa terlupakan, mereka yang wajahnya tidak bisa hilang dalam hitungan waktu yang singkat mereka berhasil menjadi asing, mereka orang asing, kita tidak paham dan mengerti mereka. Kita menghabiskan waktu kita hari demi hari diantara orang asing, percakapan diantara kita ternyata tidak lebih dari perdagangan antar kita dengan mereka, jual beli kepentingan, tukar-menukar ketergantungan antar sesama. Hemburan tawa kita hanyalah moda penghilang ketidak percayaan, deretan senyuman hanyalah rentetan strategi pemenangan amanat. Kita hidup diantara orang asing, yang terhubung karena kebetulan mempunyai pemberi uang bulanan yang sama, yang tidak akan bergeming ketika mereka harus mengenalkan kita dengan kepalan-kepalan mereka. Yang jejak-jejak kita dalam diri mereka hanyalah ingatan jangka pendek yang akan luruh oleh hujanan ingatan-ingatan pendek yang sudah berbaris rapi didalam pikiran mereka. Kita hanya hidup sendiri, berpunggungkan daging, kulit dan tulang, berdadakan rusuk, jantung dan paru, yang pada akhirnya hanya menjadi catatan tumit dalam ingatan orang-orang asing yang janggal diantara kita.

Sunday, August 2, 2015

hari ini dan hari esok

hari ini adalah hari ini berawal dari pagi hari dan berakhir dengan malam hari esok akan selalu menjadi hari esok tidak pernah berawal, dan tidak mungkin berakhir mungkin hanya akan ada kekosongan dan kehampaan yang menemani, gurau dan canda berlalu dan berhenti, resah dan kesedihan menjadi lelah dan berujung. hari ini temaram dan surcam, didalam kamar ditemani berbatang-batang rokok, dan lanunan ceria dari AC. Menunggu untuk ada yang menghubungi dan bercerita petualangan apa yang mereka lakukan hari ini. Alih-alih telepon genggam itu tidak bergetar dan bersuara, hanya ada petualangan yang terjadi di benak-ku. Hari ini pun hendak berakhir, seperti hari-hari berikutnya. Detak-detik arloji berjalan dengan ajeg, tidak berubah dan setia dengan alurnya. Bulan dan bintang naik, cahayanya teracuni oleh kilap dan kilau lampu-lampu rumah, mobil dan jalan. Detak dan detik waktu tidak berhenti, satu detik berlalu dan bulan bergerak sesuai dengan lintasannya. Hari ini pun sudah semakin uzur dan renta. Darah dalam nadi dan vena masih tetap mengalir dalam lajurnya, sedikit-sesekali teganggu oleh gigitan nyamuk disana sini. semakin gelapnya hari ini, yang tak tampak gelapnya karena racun-racun yang disebutkan tadi. Satu hari ini, meski aku tak beraksi, tapi pasti dipenuhi oleh pekerjaan dan perjalanan jutaan orang yang dalam naungannya. Satu hari ini jauh terisi oleh pergerakan dan perubahan makhluk hidup dan makhluk mati. Keenggananku untuk bergerak hanya seper sekian permil dari keseluruhan kegiatan yang hidup dalam satu hari ini. Hari ini sudah semakin tua, ditandai dengan hilangnya para petualang dan pencari aksi, bersembunya dalam kediaman masing-masing. Mereka yang hidup dengan gairah didalam masa muda dan masa emas hari ini, meninggalkan hari ini dengan terlelap, tak terbebani hutang maupun dendam pada hari yang menaunginya. Ketika jarum panjang dan jarum pendek hampir berhimpit di puncak waktu, yang hadir justru keburukan dan kejahatan. Perampok dan begal ini mencari suaka didalam keuzuran hari ini, dimana mata lelah dan badan lemah menjadi incaran mereka. Masa tua hari ini ditemani oleh manusia-manusia hina perusak kehidupan orang. Hari esok masih mengulik dalam buaian rahim ibunya. belum hadir, dan enggan muncul. Ibunya berharap dan berdoa, hari esok akan menaungi dan memberi eneri positif pada semua yang dinaunginya. Hari esok pun sudah siap tampil, siap menggantikan era lama hari ini. Batu nisan untuk hari ini sudah siap, tertulis disitu "hari kemarin" Belum selesai penguburan hari ini, hari esok sudah gagah mengangakangi semua yang dahulu dinaungi hari kemarin. "Semangat baru" pikirnya "energy positive kan kusalurkan" ujarnya tak lama setelah ia tampil dan perkasanya, ia pun sadar bahwa ia telah menjadi hari ini. Yang menjelang masa akhirnya hanya akan ditemani oleh penjahat dan garong malam.

Friday, March 6, 2015

-tanpa draf-

Ini blog saya, blog yang sering kali ingin saya update. Tapi Entah kenapa tidak pernah saya lakukan. terlalu ribet mungkin. Selama ini saya menulis di buku tulis, di ipad, di laptop atau dimana pun yang memungkinkan saya menulis. Entry terakhir blog ini adalah 2010 Februari, beberapa bulan setelah saya kembali dari dinas di luar kota. Mungkin kejenuhan yang membuat saya akhirnya menghabiskan waktu menulis, mungkin juga karena saya tidak ada teman berbicara. Setelah 2010 saya menemukan twitter, dimana saya menulis kebingungan karena kejenuhan saya disitu, atau di facebook dimana saya bisa mendapatkan perhatian yang lebih. Sekarang saya disini, 5 tahun setelah entry terakhir saya. Apa yang berubah? Yang jelas saya mendapatkan seoarang istri, dan dari istri itu saya menjadi seorang ayah. Aghasetya Rendra Hamdhani namanya. Laptop Dell Latitude saya sudah tidak terpakai dan saya ganti dengan Dell XPS. Saya masih labil tapi paling tidak saya sudah tidak seexpresif dulu. Mungkin sedikit lebih dewasa. Saya ikutan tes mensa dan lulus. Ada cerita yang lucu dibalik kenapa saya akhirnya ikutan tes mensa, pada waktu itu saya sedang mengerjakan projek dengan salah klien LN. Klien ini membuat saya merasa seperti orang bodoh dan tolol, kepercayaan diri saya pada titik low point. apa yang terjadi berikutnya? saya mengambil tes mensa, dan lulus. alasan yang konyol memang, setelah itu saya berusaha membuat semua orang tahu saya seorang mensan, perbuatan yang bodoh dan memalukan. Apa lagi yang terjadi dengan hidup saya? banyak juga, saya masih tidak suka orang. Saya mangkin merasa bahwa semua manusia itu hewan, saya makin percaya survival of the fittestnya Darwin, semua tindakan manusia adalah untuk memastikan keberlangsungan hidupnya, keturunannya atau spesiesnya. Ya seperti itu. saya semakin tidak religius, semakin jauh dari agama. Pengalaman yang janggal, saya tidak merasa klebih baik ketika jauh dari agama, tapi juga tidak merasa lebih buruk. saya tidak seperti orang-orang yang suka menunjuk dan berkata "Kamu pendosa!" atau "Kamu sok suci!", saya tidak perduli. Dulu saya paling tidak suka dikatakan sebagai orang cuek, sekarang saya bisa menerima bahwa saya orangnya cuek. Diantara 2010 sampai dengan 2015, ada satu titik diantaranya dimana saya merasa bahwa smeua orang itu egois dan angkuh, lembam terhapad kebaikan dan dinamis terhadap kuntungan diri sendiri, lalu saya berkaca (karena pada saat itu saya berdasarkan tuntunan agama saya, manusia harus sering intropeksi diri) dan melihat "Kampret ternyata aku juga angkuh dan egois". Dari yang paling tunduk, sampai yang paling cuek. Dari yang paling cerdas sampai yang paling bodoh. dari yang "tercerahkan" sampai yang masih "hidup dalam kegelapan" semuanya egois dan angkuh... Lalu apa lagi? oh ya saya juga sering dibilang sinis, dulu saya membela diri dengan mengatakan bahwa saya itu realistis, tapi ternyata benar saya itu orangnya sinis dan kasar. Ya sudah memang saya seperti itu. Banyak yang berubah dalam 5 tahun, saya naik 30 kg, saya kena tipes, saya 2 kali operasi untuk mengangkat tumor jinak (dihidung polip, dan dipunggung lipoma). Saya dulu suka menyindir, karena saya terlalu pengecut untuk menghina didepan orangnya langsung, sekarang saya tidak pernah menyindir, seperti saya telah menjadi pengecut yang lebih kecut. Saya sudah bilang kan kalau saya sudah menikah? sudah kan? Apa lagi yang terjadi? saya benci orang? Sudah juga ya? Saya ingin membagi pandangan saya tentang manusia, tapi nanti saja kalau saya sudah tidak malas.. Maret 2015, Anggik

Saturday, February 20, 2010

iseng ajah

God is not fair
God is never fair
God is selfish
God is childish
He chooses who He likes
He disposes who He dislikes
God is in full power
God is in control
God is never wrong
God knows best
God would never leave you
He will only ignore you
God will not forsake you
He will just condemn you
God will not hate you
He will just not hear you
God is never far away
He only sits in His throne billion light years away
God will never be angry at you
He will just send quakes and storms near you
God is fair
You just have to see everything in His eyes
God is Almighty
Disobey and you shall be smite
God will give you anything
If you’re willing to throw away everything

Marah

when you think then stop thinking,
when you feel then stop feeling,


It is not that I have any ill intent or the sort, I am just being me. It is not that I am being cruel, I am being perceptive. You feel that you need others acknowledgement to be satisfied with who you are, you think that you need other respects and adoration to be special, this is not true. Insults that you received they have no meaning, criticism thrown to your face left no injuries, it is not them, it’s you.


You’ll receive what you gave, you’ll catch what you’ve thrown, and it is just a circle that you’re not willing to see. If you know what you want, and you know what you need, then forget what you want, and neglect what you need. I have no reason, but neither do you, I have no destination, and you are lost. This is not the one you’ll want to harvest after a season long planning and planting.


I see you crying in fear, but you forget that crying requires tears; I see you doubt yourself, but admitting would mean losing to you. You are not what you think you are, you are less than that; still you’re not ready to accept the facts. You stayed in silence, running from what you want to be and be they want you to be.


You’re simple, ignorant, and arrogant. You smile with your heart, but still you are arrogant, I can sense your arrogance but you still deny this reality. I hate that you change your mind every time any one new say some little well known facts about life, you are not smart, you are shallow. You believe in empty promises, you say empty words, things that are as empty as your head.

You act wise but you don’t know any wisdom, you recite from books that mean nothing, you utter words that are hollow wrapped in beautiful cloth. You swallow everything whole, ignoring the fact that your brain is the ultimate guide, you see want you want to see; you see what they want you to see, you can never see anything as it is.


I hate you for this, you change without knowing anything, and you declined a hand for help, and received another. A misguided hand, a person who as narrow as you, and yet I do not know the reason. I see everything as it is, but why?


As if nothing matters, people see what they want to see, I’m different because I see things as it is?
I’m not wrong for saying the naked truth
Or do you prefer pretty lies?

Punished

God is punishing me
For what I was
For what I could’ve been


God hates me
For what I’ve lost
For what I should’ve won


God chooses me
For what I never wanted to be

God disposes me
And not to be what I conceived to be

God shoves me
To the side when I walk in the middle
To the back when I push myself forward


God guides me
Pull me hand and push my back
When I see clearly everything up ahead


God leaves me
Bring down the night and turn off the lights
When I was blinded and my limbs are bounded


God is awkward
God is weird
Kicks you down when you were up
Drags you on when you were off


God does the opposite
Of what you have ever gave credit