Sunday, October 25, 2015

catatan tumit

Ingatan yang pendek adalah ingatan yang baik, dongeng yang singkat selalu berakhir, tanpa pernah meninggalkan lanjutan yang entah kapan akan mulai lagi. Kita mungkin ingat dengan wajah-wajah yang kita temui setiap hari, wajah yang hadir sehari-sahari. Terkadang kita bisa menjelaskan dimana kerut dan keriput mereka bertemu, dimana alur dan bukit bermukim di wajah mereka, dan bagaimana ruang diantara alis mereka menjembatani jurang hidung dibawahnya. Kita mungkin tidak bisa lupa bagaimana celah lembah hadir setiap kali bibir mereka bergerak, dan bercengkrama dengan kita. Ingatan kita tentang mereka yang wajib kita temui setiap hari tidak bisa luput seberapa kerasnya kita berusaha melupakan. Kita bisa memaparkan dengan ketelitian yang tinggi tentang fisik mereka, bagaimana bau mereka di pagi hari, dan aroma mereka di sore hari. Tidak akan kita lupa sedikit cacat diwajah mereka, atau tonjolan kecantikan yang membuat mereka menarik. Kita bercengkrama dengan mereka dari pagi, siang dan sore, hampir setiap hari, kita hafal tanpa perlu diingatkan bagaimana mereka akan bereaksi terhadap suatu respon, awalnya kita sedikit kesal atau sedikit terkagum-kagum, akhirnya dan kelamaan kita menjadi terbiasa, kita menganggap tingkah-polah mereka sebagai hal yang sudah menjadi bagian dari diri kita sendiri. Lantas suatu hari kejanggalan, kita berhadapan dengan sesuatu yang bisa dibayangkan tetapi tidak diharapkan terjadi, kita bercengkrama dengan pengalaman lama tapi dengan mereka ini menjadi hal baru. Sedalam-dalamnya kita menatap wajah mereka, sepaham-pahamnya kita dengan semua aliran alis dan guratan mata mereka, sehafal-hafalnya kita dengan bentuk pinggang dan lingkar paha mereka, pada saat itu mereka bereaksi dengan polah yang baru. Ayunan jemari mereka tetap sama, hentakan gigi dan geraham mereka tidak berubah, bahkan kembang kempisnya lubang hidung mereka juga seperti pada hari-hari biasanya, meski kekerapannya lebih kencang. Sumpah serapah mereka gesit melewati ruang kosong diantara gigi mereka, bentuk tubuh mereka sekarang menjadi kaku dan tegang, mereka sekarang lebih banyak berbincang dengan menghabiskan semua udara diparu-paru mereka, tenggorokan mereka, mereka cekik dengan otot yang ada disitu menghasilkan nada-nada tinggi yang memekakan telinga. Tidak pernah kita lihat juga bibir mereka begitu jauh dari gigi mereka, ataupun kecapan lidah mereka begitu menyebalkan untuk didengar dan dilihat, keriput mereka tetap ada, tapi entah mengapa kita lihat sepetinya keriput itu sekarang sudah beranak-pinak, masih kecil dan lembut, tapi kita tahu bahwa itu adalah calon-calon keriput dewasa di masa depan. Lalu esok-esok hari, mereka kembali seperti semula, serapah dan ludah yang tercecar keluar ada yang ditarik ada yang pura-pura tidak pernah terucapkan, kita semua lantas menerima bahwa serapah yang tidak tercatat itu tidak pernah singgah sejenak di telinga dan perasaan kita, semua hanya hanyutan dari arus keasyikan dalam berniaga dengan potensi kekecewaan dan kegagalan. Semua dari kita lupa bahwa taring dan cakar kita pernah terhunus ke leher rekan kita, semua itu hanyalah ingatan sesaat yang tidak pernah terjadi, hanya windu yang bisa diabaikan. Tidak mungkin kita bisa terima bahwa cakar dan taring itu nyata itu cuman riak dalam ingatan kita. Beberapa dari kita berusaha lupa dan mereka gagal. Beberapa dari kita memiliki ingatan jangka pendek yang buruk, semuanya disimpan di gudang jangka panjang. Disusun dengan rapi, dan teliti sehingga kapan pun kita perlukan ingatan itu bisa kita tarik dari tempatnya dan diseksamai untuk panutan dimasa depan. Terkadang dalam ruang sepi sendiri, dimana gumaman motor dan mobil lebih mudah diacuhkan, dimana alunan ledeng dan serangga lebih menjadi raja, ingatan itu terjatuh dari rak ingatannya dan terbuka lagi. Kita mau tidak mau, setengah sadar menelaah kejadian itu lagi. Kita lihat dan teliti, kita berusaha pahami, kita berusaha mencari dimana letak kerutan lembah itu bisa duduk manis berdampinga dengan cakar dan taring yang tadi. Kita berusaha tahu. Kita tambahkan sedikit perekat agar keduanya bisa bersesuaian, kita kikir dan ukir agar sumpah serapah, dan caci maki tadi bisa menjadi penghias yang cocok untuk keriput dan lesung pipi yang sudah kita kenal. Ketika narasi yang biasa tidak bisa lagi menjelaskan, kita pun mencari penjelasan lain, mencari dongeng baru, mencari konsistensi, mencari pembenaran. Menggali-gali informasi, menghubungkan titik-titik dibayangan kepala kita sampai semuanya menjadi gambar penuh, sampai semuanya menjadi lebih logis. Tapi ingatan jangka pendek kita buruk semuanya masih tertayang jelas dalam benak kita, dari hentakan tangan yang tidak bisa dibilang lembut sampai turunnya alis mereka sampai saling terhubung satu sama lain. Semuanya masih terpampang jelas. Esok adalah hari baru, kita berpapasan lagi dengan wajah-wajah yang sama, dengan aroma yang sama, dengan celoteh dan ceramah yang sama. Tapi ingatan jangka pendek kita buruk, kita bisa menerima nama dan cerita mereka, tapi sekarang kerutan itu bertambah, sudah lewat masa remajanya langsung bergerak menjadi keriput dewasa. Lantas kita menerima mereka sebagai orang asing atau sebagai orang lama dengan keriput asing? Kita hanya bisa mengamati berharap mereka tahu bahwa kita adalah kita. Sedikit demi sedikit kita sadar bahwa mereka yang namanya tidak bisa terlupakan, mereka yang wajahnya tidak bisa hilang dalam hitungan waktu yang singkat mereka berhasil menjadi asing, mereka orang asing, kita tidak paham dan mengerti mereka. Kita menghabiskan waktu kita hari demi hari diantara orang asing, percakapan diantara kita ternyata tidak lebih dari perdagangan antar kita dengan mereka, jual beli kepentingan, tukar-menukar ketergantungan antar sesama. Hemburan tawa kita hanyalah moda penghilang ketidak percayaan, deretan senyuman hanyalah rentetan strategi pemenangan amanat. Kita hidup diantara orang asing, yang terhubung karena kebetulan mempunyai pemberi uang bulanan yang sama, yang tidak akan bergeming ketika mereka harus mengenalkan kita dengan kepalan-kepalan mereka. Yang jejak-jejak kita dalam diri mereka hanyalah ingatan jangka pendek yang akan luruh oleh hujanan ingatan-ingatan pendek yang sudah berbaris rapi didalam pikiran mereka. Kita hanya hidup sendiri, berpunggungkan daging, kulit dan tulang, berdadakan rusuk, jantung dan paru, yang pada akhirnya hanya menjadi catatan tumit dalam ingatan orang-orang asing yang janggal diantara kita.

No comments: