Kadang aku lupa kenapa aku disini, kenapa melakukan
pekerjaan ini. Kadang aku lupa diri karena ego ku, kadang aku lupa diri karena
ego orang lain. Beberapa waktu aku ingat kenapa marah menggelegar, dilain waktu
aku tak sadar sumber dari lepasnya marahku.
Sekarang aku mengerti kenapa orang melakukan apa yang mereka
lakukan, dulu aku bingung dan marah, sekarang aku bisa mahfum dan sadar. Aku
melalui apa yang mereka lalui, beberapa dari mereka masih menjalaninya, yang
lain masih belum sampai periode itu, beberap lainnya tidak bisa beranjak dari
lika-liku kehidupan itu, ada yang sudah sepuh, ada yang masih muda bergelora,
ada yang seumur.
Sekarang menjadi menyenangkan memperhatikan hal itu, tidak
lagi menyesakkan. Aku paham Harta, Tahta, dan Wanita, tapi itu hanya sebagian
dari apa yang aku dan mereka minta. Ada yang tidak ingin semuanya, hanya ingin
berleha-leha tapi hidup nyaman, ada yang ingin semua berjalan sesuai maunya,
tapi enggan berlepas dari kenyamanan.
Aku melihat ketidak nyamanan mereka terhadap diri mereka
sendiri, dan dihempaskan ke orang lain; dihempaskan serta-merta diiringi dengan
caci maki dan puji diri sendiri.
Aku tidak lebih baik dari mereka, tapi juga tidak lebih
buruk, aku sama dengan mereka. Aku pun menuhankan ego-ku, menghempaskan ketidak
percayaan diriku ke orang lain, lantas aku jenuh sekarang. Jenuh dengan ego-ku
dan marah-ku, jenuh dengan ego mereka dan marah mereka.
Ketika aku berlibur lama dirumah, dan bermain dengan anakku,
membersihkan kotorannya, dan membiarkan perut ku bergoyang kesana-kemari ketika
berlari-lari dengan anaku, padahal aku benci berlari. Terbangun di pagi hari,
melihat anakku mulutnya menganga dan mengeluarkan liur, dari bagaimana ia dulu
mencari ibunya setiap hanya berdua denganku sampai akhirnya ia merasa nyaman dan
aman hanya dengaku saja.
Aku sadar, ego-ku sudah waktunya surut, bukan berarti
ia tidak akan pasang-naik lagi, tapi setidaknya saat ini egoku sedang mawas
diri menyurutkan dirinya sendiri.
Paling tidak aku saat ini tidak menepuk dada dan menunjuk
hidung orang, biar-lah orang lain yang bergaya ala tarzan dan menuding diriku,
saat ini aku masih kebal hal semacam itu. Aku masih butuh pengakuan bahwa aku
orang baik dan hebat, sama seperti orang lain, tapi saat ini keinginan itu
masih lelap terbuai mimpi bermain dengan Agha. Saat ini egoku dan aku masih
bisa bercermin dan berkaca dengan jujur, sadar bahwa kami bukan macan yang
sedang tidur, atau Einstein yang sedang merendahkan hati, tapi kucing
manis-manja yang sedang tidur dibawah meja warteg, atau Encep yang mentok
seperti itu saja tapi berharap dicintai oleh tamara blezensky.
Kalau lapar makan, kalau capai ya tidur, aku masih heran
kenapa aku memusingkan diri dengan jabatan dan pujian, paling tidak itulah
kondisi benak-ku saat ini, Kenapa harus aku merasa kurang dan tamak, padahal
aku sudah lebih dari cukup, dan bisa makan sampai perutku menyaingi lutut-ku
ketika duduk bersila.
Aku masih mencintai diriku, aku masih sayang pada jiwaku.
Setidaknya aku berharap ini adalah kondisi terkalibrasi-nya otak-ku, tidak
ambil pusing dan tidak peduli. Emosiku belum dewasa, aku masih iri dan dengki,
karena aku masih merasa lebih baik, tapi tanyalah aku 5 tahun yang lalu maka ia
akan menjawab dengan sumpah serapah kenapa manusia bisa begitu angkuh dan
sombong tidak bisa sadar niat mereka sendiri, tidak seperti aku, lalu tanyalah
kepada ku 3 tahun yang lalu, maka ia akan menjawab kenapa aku tidak sadar bahwa
aku tidak lebih baik dari mereka, kenapa aku begitu merasa tinggi padahal aku
sangat rendah dan hina, lalu tanyalah ke aku 6 bulan yang lalu, aku yakin ia
akan menjawab bahwa aku tidak lebih baik dari mereka, tapi mereka tidak sadar
bahwa mereka tidak tahu, bahwa aku lebih buruk dari mereka, dan mereka hanya
bisa mencaci-maki tanpa sadar bahwa mereka sama hinanya. Lalu tanyakan
pertanyaan yang sama ke diriku, pada saat ini, pada saat aku sedang menulis
tulisan ini, maka aku akan menjawab, bahwa aku lapar, dan mengantuk, aku paham
bahwa semua orang punya niat busuk dan baik yang saling ber-iringan, sama
sepertiku, bahwa alasan mereka tidak lebih mulia atau jahat dari niatanku.
Kadang aku polos dan tulus seperti pantat bayi yang baru
lahir, dilain waktu aku adalah popok kotornya. Tidak ada yang suka ditunjukkan
kebodohannya, dan kedunguannya, sama seperti aku, mereka lebih suka
bergelimangan pujian dan cinta diri sendiri sama sepertiku, tapi bedanya aku
lebih baik dari mereka, karena aku adalah aku, manusia pilihan yang terpilih
oleh imajinasiku untuk menjadi pempimpin dari semua pemimpin, meskipun saat ini
aku diposisi paling belakang.
Teman-teman ini ada yang 5-6 tahun lebih muda, mereka bisa
jadi pemimpin ku suatu saat, bukan karena mereka lebih baik, atau aku lebih
buruk, tapi karena itulah hidup. Aku dan mereka tidak lebih ini atau lebih itu
satu sama lain, hanya karena aku lahir lebih dulu dan mereka lahir belakangan
Aku merasa damai saat ini karena aku saat ini lepas dari ego
mencintai dan membohongi diri sendiri, dan bisa mencintai Agha dengan tulus,
dan membohongi orang lain dengan sadar dan ikhlas.